Oleh Restia Diah Utami, S.Pd., Guru SDN 81/X Pematang Rahim, Tanjung Jabung Timur, Jambi
Kesulitan dan ketidaktertarikan para guru menggunakan aplikasi dalam pembelajaran, menjadi sebuah tantangan yang dihadapi oleh Restia, fasilitator pembelajaran di Jambi.
Sebagai manusia kita selalu berharap dan berusaha untuk berubah ke arah yang lebih baik, lebih maju, dan lebih berkualitas. Karena perubahan adalah keniscayaan dalam hidup ini, karena hidup itu sendiri adalah perubahan, baik itu perubahan ke arah yang lebih baik maupun ke arah yang lebih buruk.
Tidak semua orang memiliki kesadaran untuk meningkatkan kualitas kinerja mereka, hal ini antara lain dikarenakan mereka sudah nyaman di zona aman, berfikir bahwa tidak maju pun mereka tidak tersingkir, tidak rugi dan tidak kehilangan apa-apa.
Saya berbagi pengalaman dari TOT Pembelajaran Jarak Jauh menggunakan aplikasi Zoom dan Google Meet yang diajarkan Program PINTAR Tanoto Foundation kepada rekan-rekan guru di Kecamatan Mendahara Ulu.
Awalnya tak mudah untuk mengajak guru lainnya untuk ikut mengaplikasikannya. Tapi saya terus memperkenalkan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan Zoom.
Banyak di antara mereka yang tertarik, yang tidak tertarik juga ada. Itulah tantangan kegiatan guru di masa pandemi.
“Kita ini orang desa, fasilitas terbatas, susah melakukan seperti itu,” ujar salah seorang guru.
Ada juga yang mengatakan “Tanpa online pun siswa tetap belajar dari rumah kok, dengan meringkas buku”.
Kalimat-kalimat penolakan itu memunculkan pertanyaan, mengapa mereka enggan untuk mengawali perubahan walaupun selangkah di tengah pandemi ini? Bukankah perubahan itu pasti, tinggal kita yang harus beradaptasi.
Ada beberapa alasan mengapa sebagian guru kurang tertarik atau enggan menggunakan aplikasi itu: yakni beranggapan bahwa pembelajaran jarak jauh adalah pembelajaran yang hanya memanfaatkan jaringan internet saja.
Adanya kekhawatiran akan ketidakmampuan menggunakan IT, sudah nyaman dengan pembelajaran yang selama ini dilakukan, sehingga kurang berminat untuk mencoba hal baru.
Kemudian enggan menambah pengeluaran untuk biaya kuota internet, adanya kekhawatiran terhadap penolakan oleh orangtua siswa, karena tidak semua orangtua siswa memiliki Android. Kurangnya ketegasan atasan agar para guru harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh dan terakhir tidak ada waktu untuk belajar lagi.
Menyikapi alasan-alasan tersebut, perlu terus dilakukan upaya untuk berbagi pengetahuan kepada para guru tentang pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan aplikasi Zoom sebagai penunjangnya.
Upaya-upaya itu antara lain memberikan informasi tentang anjuran pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah, memperkenalkan sekilas tentang aplikasi aplikasi Zoom, mengirim foto dan video contoh pembelajaran jarak jauh menggunakan aplikasi Zoom yang telah saya lakukan di kelas saya.
Selanjutnya menanyakan kesiapan rekan-rekan guru untuk belajar cara menggunakannya, mendiskusikan waktu kegiatan tersebut akan dilaksanakan, melaksanakan kegiatan pelatihan pembelajaran jarak jauh menggunakan Jitsi Meet dan menganjurkan kepada para guru untuk mengaplikasikannya di lapangan.
Kendala di lapangan pada saat pelaksanaan kegiatan pasti ada, terutama kendala jaringan internet. Tapi hal itu tidaklah membuat kita lantas patah semangat dan menyerah dengan keadaan.
Sama halnya seperti ketika mau melangkah maju, mungkin saja ada kerikil, batu, lumpur atau sekedar debu yang harus dilewati, tapi bukan berarti harus mundur menghadapi itu semua.
Harus tetap bergerak maju agar apa yang menjadi tujuan tercapai, dalam hal ini tujuan pendidikan.
Artikel ini telah dipublikasikan oleh Antara Jambi dengan judul “Tantangan Guru di Masa Pandemi”, https://jambi.antaranews.com/amp/berita/480029/tantangan-guru-di-masa-pandemi