Rekonstruksi Materi ABK

Mahasiswa berdiskusi menemukan kebutuhan pembelajaran yang
tepat untuk jenis-jenis anak berkebutuhan khusus (ABK).

Oleh Budi Wahyono

Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dengan menerapkan MIKiR, saya ingin mahasiswa mampu merekonstruksi sendiri pengetahuan yang diperlukan, dalam hal ini terkait materi ABK melalui kegiatan praktik. Jadi mahasiswa tidak hanya sekadar menerima materi tetapi lebih pada merekontruksi sendiri materi tersebut melalui praktik langsung. Saya menerapkan kegiatan praktik ini pada mata kuliah Pendidikan Inklusi di Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP UNS, khususnya pada materi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Dalam perkuliahan, mahasiswa saya bentuk menjadi 8 kelompok kecil beranggotakan masing-masing 5 mahasiswa. Setiap kelompok ditugaskan untuk membawa 2 lembar kalender dinding bekas, lem kertas, dan gunting.

Saya memberi pengantar tentang ABK secara umum. Kegiatannya dilakukan melalui curah pendapat. Mahasiswa diberi kesempatan untuk berbagi pengetahuannya tentang ABK dan jenis-jenis ABK. Saya menyampaikan bahwa tujuan perkuliahan ini mahasiswa dapat menemukan jenis-jenis ABK, ciri-ciri, dan kebutuhan pembelajarannya yang tepat. Kemudian mahasiswa ditugaskan membuat lembar kerja (LK) di kertas kalender bekas yang mereka bawa. LK yang dibuat berupa tabel seperti di bawah ini.

Dalam kegiatan ini, saya telah menyiapkan 12 gambar dan definisi masing-masing ABK. Mahasiswa ditugaskan untuk menyusun gambar jenis-jenis ABK tersebut, dan menemukan ciri-ciri serta kebutuhan pembelajaran yang tepat untuk jenis-jenis ABK tersebut. Mereka menuliskan pada LK yang telah dibuat. Gambar 12 jenis ABK yang sediakan terdiri dari autis, diskalkulia, disleksia, disgrafia, lambat belajar, cerdas istimewa bakat istimewa (CIBI), tunarungu, tunalaras, tunagrahita, tunanetra, tunadhaksa, dan tunawicara.

Mahasiswa di kelompok bekerja sama memilah, menyusun, menggunting, menempel, mencari informasi lewat berbagai sumber. Mereka membagi diri dan bekerja sama. Tidak ada yang diam, semua melakukan tugas untuk menyelesaikan tugas secepat mungkin.

Selang 20 menit, saya melihat semua kelompok sudah menemukan beragam jawaban. Misalnya, untuk ciri-ciri ABK CIBI, kelompok 2 menemukan empat ciri-ciri, kelompok 3 menemukan enam ciri-ciri, dan kelompok 6 menemukan 7 ciri-ciri. Semuanya relatif berbeda dan semua jawaban ditulis dengan narasi yang berbeda pula.

Setelah semua proses berjalan, kemudian saya meminta 3 dari 5 mahasiswa melakukan kunjung karya kepada kelompok lain. Kunjungan ini dilakukan untuk mendengarkan dan berbagi gagasan tentang apa yang telah mereka kerjakan. Masing-masing kelompok, 2 orang tinggal untuk presentasi, sedangkan 3 orang lainnya berkunjung. Lima menit yang saya berikan sepertinya kurang, karena di sesi ini mereka menjelaskan dan berdiskusi dengan ramai dan riuh. Setelah sesi kunjung karya, saya meminta mereka kembali ke kelompok dan mendiskusikan secara internal dengan kelompoknya, mana informasi yang dianggap benar dan mana yang harus diperbaiki.

Terakhir saya meminta salah satu kelompok berpresentasi dan dikomentari oleh kelompok lain. Kelompok 3 yang diwakili oleh, RIzki Amin dan Rohmatul Khazanah ini memulai penjelasan tentang definisi ABK dari tunarungu. “Definisi dari tunarungu yaitu anak yang kehilangan seluruh atau Sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal,” jelas Rizki. Selanjutnya dia menjelaskan ciri-ciri dan kebutuhan pembelajarannya.

“Kebutuhan pembelajaran untuk tunarungu adalah guru harus selalu menghadap siswa saat mengajar. Jangan membelakangi siswa tunarungu dalam berbicara. Siapkan lembar kerja dan alat bantu visual dalam pembelajaran. Tempatkan anak tunarungu di depan kelas agar anak mudah menangkap gerak bibir dan guru menguasai bahasa isyarat,” jelas Rizki. Dia juga menjelaskan tentang diskalkulia atau anak yang mengalami kesulitan berhitung.

Beberapa kelompok memberi tanggapan atas presentasi tersebut. Seperti yang diutarakan oleh kelompok 6, jangan bicara terlalu cepat dan kompleks. Menurut kelompok 4, hendaknya guru menggunakan metode manual, oral dan komunikasi total. Contoh metode manual, guru menggunakan bahasa isyarat dan jari tangan. Metode oral menekankan pada pembimbingan ucapan dan pembaca ucapan. Sedangkan total atau model berbahasa yang lengkap dengan mimik tubuh, membaca isyarat formal, belajar bicara dan membaca-menulis.

Usai presentasi dari kelompok dan tanggapan-tanggapan yang telah dilakukan. Saya memberikan penguatan tentang materi dan memberikan masukan terhadap presentasi kelompok-kelompok tersebut. Terakhir saya menutup dengan kegiatan refleksi perkuliahan.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

I agree to these terms.