Oleh Kristi Liani Purwanti
Dosen UIN Walisongo Semarang
Belajar tentang konsep pecahan sering membingungkan siswa. Untuk itu mahasiswa calon guru perlu belajar memecahkan kesulitan siswa tersebut. Saya memberikan model perkuliahan bagi mahasiswa, dalam mengajarkan konsep pecahan dengan menerapkan unsur pembelajaran MIKiR seperti yang dilatihkan dalam Program PINTAR Tanoto Foundation.
Pada perkuliahan ini mahasiswa belajar tentang konsep dan lambang pecahan, membuat skenario pembelajaran penjumlahan dua pecahan, dan praktik mengajarkan penjumlahan dua pecahan tersebut.
Kegiatan diawali dengan curah pendapat dengan mahasiswa. Curah pendapat ini mengacu pada tiga hal yaitu: Apa yang mahasiswa ketahui tentang pecahan? Apa itu pecahan biasa, pecahan campuran, dan pecahan senilai? Berilah contoh pecahan yang diketahui!
Mahasiswa diberi waktu 5 menit untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil membahas tiga pertanyaan itu. Perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi mereka. Kelompok lainnya dapat memberi tambahan bila jawabannya kurang jelas atau berbeda. Setiap kelompok tampak aktif bertanya jawab dan berdiskusi.
“Kalau pecahan biasa, 3/4 atau 3/5, pecahan yang terdiri dari pembilang dan penyebut yang angka pembilangnya lebih kecil dari angka penyebutnya. Kalau senilai, pecahannya mempunyai nilai yang sama dengan pecahan lain misalnya 40/80=4/8=2/4=1/2. Sedangkan campuran, pecahannya yang terdiri dari bilangan bulat utuh/murni, dan bilangan pecahan biasa, contohnya 2 4/5,” jelas salah seorang mahasiswa kepada anggota kelompok. Kemudian dia menanyakan perihal jawabannya kepada anggota kelompok lain.
Selesai diskusi, mahasiswa diberikan lembar kerja (LK) dan contoh scenario pembelajaran dengan menggunakan unsur MIKiR. Kemudian saya menjelaskan skenario pembelajaran menggunakan unsur-unsur Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi (MIKiR) dari materi pokok pecahan. Setelah memberikan penjelasan, mahasiswa kemudian melakukan bagian dari skenario pembelajaran dengan pemodelan. Dosen berperan sebagai guru, dan mahasiswa berperan sebagai siswa.
“Anak-anak sekarang kita akan belajar tentang pecahan. Ada yang tahu yang ibu pegang apa?” tanya saya kepada mahasiswa yang berperan menjadi siswa sambal menunjukkan kertas HVS warna-warni. “Nah sekarang ibu akan melipat, mengarsir dan menyobeknya,” lanjut saya. Saya memodelkan konsep pecahan dengan menggunakan kertas HVS warna warni.
Siswa ikut larut dengan ajakan saya untuk turut melipat, mengarsir, melipat lagi, dan terakhir mengguntingnya. Suasana menjadi hening dan kadang ramai ketika siswa sesekali bertanya kepada temannya untuk mengkonfirmasi langkah yang dia lakukan sudah betul atau belum.
Pada kegiatan ini saya memodelkan bagaimana melipat untuk pecahan 1/2 dan 3/4. Selang berapa menit dari saya melipat, saya minta semua siswa untuk mengangkat hasil lipatannya. Setelah saya nilai semua siswa paham dan betul cara melipatnya, mereka kemudian saya beri tugas untuk membuat tugas sesuai LK, yaitu membuat bentuk-bentuk lain yang lebih rumit dan berurutan dari pecahan senilai yang dimodelkankan guru.
Waktu kegiatan ini kurang lebih 20 menit. Setelah selesai, siswa diminta mempresentasikan kepada kelompok lain hasil pembuatan model pecahan senilai yang mereka buat. Kegiatan ini merupakan sesi yang menarik, karena ternyata setiap anggota kelompok memiliki model dan bentuk yang berbeda, baik untuk lipatan maupun arsiran.
Misalkan saja untuk menjelaskan tentang pembagian 2/4, ada kelompok yang membagi dan memotong kertas A4 berwarna merah menjadi segitiga kecil-kecil dengan jumlah 2 buah. Sedangkan sebuah kertas lainya dilipat dan diarsir membentuk persegi dan kemudian dilipat bentuk segitiga yang luasnya sama dengan segitiga pertama.
Maka permainan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyocokkan bagian-bagian yang dipotong dan dilipat. Ada yang memotong-motong sehingga membentuk menjadi puzzle yang bisa dimainkan. Ada juga yang melipat dan mengarsir menjadi bentuk persegi yang harus dicocokkan. Semuanya memiliki ide masing-masing.