Siswa SD Belajar Etnosains di Tengah Pandemi

Oleh Muhchamad Haris Tarmidi, Guru SDN 1 Puguh Kendal, Jawa Tengah

Muchamad Harid Tarmidi, seorang guru kelas VI di SDN 1 Puguh Kendal yang juga merupakan fasilitator Tanoto Foundation memberikan kesempatan bagi siswanya untuk meneliti pembelajaran IPA melalui budaya Baritan.

Berbagai hidangan dalam upacara Baritan.

Budaya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa. Keberlanjutan pelestarian budaya dan budaya sebagai media pembelajaran bisa menjadi satu paket yang dimanfaatkan guru untuk dipelajari siswa.

Memanfaatkan budaya dalam pembelajaran itulah yang kami kembangkan di SDN 1 Puguh dalam memperkaya materi belajar untuk siswa di masa pandemi. Seperti dalam memperingati Tahun Baru Hijriah atau orang Jawa menyebutnya dengan malam 1 Suro. Hal yang lumrah dilakukan adalah melakukan upacara keselamatan atau yang umum disebut dengan Baritan.

Budaya Baritan

Baritan adalah doa bersama untuk keselamatan. Pada upacara tradisi tersebut, makanan disajikan oleh warrga setempat untuk dimakan bersama-sama.

Uniknya, pemilihan tempat untuk doa bersama dilakukan di perempatan jalan atau gang kecil yang biasa mereka lewati. Banyak masyarakat terlibat, tak terkecuali para siswa Kelas VI SD Negeri 1 Puguh. Karena masih dalam masa pandemi maka beberapa keluarga melaksanakan Baritan di rumah masing-masing dengan dihadiri beberapa tetangga dekat saja dengan menerapkan protokol kesehatan.

Etnosains

Baritan tidak hanya memuat nilai religi dan budaya tradisi. Baritan juga bisa dijadikan media pembelajaran. Pengolaborasian aspek budaya tradisi Baritan dengan pembelajaran adalah contohnya. Hal ini dapat diaplikasikan pada muatan pembelajaran IPA mengenai “Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan”.

Dari pembelajaran ini siswa diharapkan dapat memahami perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Juga mengetahui manfaat dari setiap bagian tumbuhan dan hewan. Selain itu, siswa juga bisa berperan dalam pelestarian budaya daerah.

Sajian dalam upacara tradisi tersebut terdiri dari beraneka ragam makanan yang disajikan dalam satu tempat. Ada daging ayam, daging kambing, daging sapi, telur, serta berbagai sayuran dan buah-buahan.

Pada praktiknya, siswa diminta untuk mengamati isian dalam sajian Baritan. Ketika melakukan penelitian, siswa diimbau untuk selalu mencatat segala hal dan informasi. Setelah mempunyai bekal catatan pengamatan, siswa diminta membuat tabel perkembangbiakan tumbuhan dan hewan.

Pada tahap pelaporan hasil pengamatan, siswa juga diminta menyebutkan manfaat dari hewan dan tumbuhan yang telah dituliskan dalam tabel.

Tabel yang dibuat oleh setiap siswa akan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan perbedaan pengetahuan dan pengalaman siswa saat mengamati.

Dari sanalah akan terpantik rasa ingin tahu siswa ketika mendapati isi sajian yang tidak biasa, seperti adanya ikan teri, kecambah, atau beraneka macam jenis bunga sebagai hiasan makanan. Hal ini memancing siswa untuk mencari informasi lebih dalam dari berbagai sumber. 

Selain hal-hal positif seperti yang telah disebutkan, pengolaborasian materi pembelajaran seperti ini juga menjadi cara efektif mendekatkan siswa dengan dunia penelitian.

Kedekatan siswa dengan dunia penelitian ditambah dengan diterapkannya konsep MIKiR (mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi) dalam pembelajaran akan menimbulkan cara berpikir dan sikap yang kritis. 

Sebagai bukti bahwa tabel yang mereka kemukakan valid, para siswa diminta untuk memotret sajian Baritan masing-masing untuk didiskusikan bersama saat melakukan presentasi di ruang virtual saat pembelajaran melalui Zoom. 

Masukkan kutipan presentasi siswa dari hasil pengamatannya, sebagai bukti tujuan pembelajaran tercapai.

Hal di atas menjadi bukti bahwa budaya dapat dikolaborasikan dengan ilmu pengetahuan, khususnya materi perkembangbiakan hewan dan tumbuhan dalam muatan pembelajaran IPA. Materi tersebut sering juga disebut dengan Etnosains.

Ghani Fernanda, salah seorang siswa mengatakan, “Saya senang menyaksikan Baritan. Namun, karena masa pandemi, Baritan kami lakukan dari rumah masing-masing untuk kemudian diantar ke para tetangga. Kebetulan Pak Haris memberikan tugas tentang makanan-makanan yang ada di sana, jadi saya termotivasi untuk mempelajarinya.”

Artikel ini telah dipublikasikan oleh TribunJateng.com dengan judul “Siswa SD Belajar Etnosains di Tengah Pandemi“, https://jateng.tribunnews.com/2021/08/25/siswa-sd-belajar-etnosains-di-tengah-pandemi.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.